Pondok Pesantren Budi Mulia Yogyakarta

Berinteraksi Dengan Al-Qur’an

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ[1]

Potret Interaksi Tempo Dulu

Ada baiknya naskah ini penulis awali dengan pertanyaan, sesungguhnya bagaimana pola atau model interaksi Rasulullah s.a.w. & para Sahabat yang mulia dengan Al-Qur’an al-Karim?

Ibnu Mas’ud radliallahu ’anhu menuturkan kisah menarik seputar ayat terbaca di atas. Kata beliau,”Tak lebih dari empat tahun usia Islam kami, sehingga Allah menegur kami dengan ayat ini.”[2] Jika sahabat besar Rasulullah SAW merasa ”ditegur” setelah empat tahun berlalu dari masa keIslaman mereka, perlu kita bertanya kepada diri kita masing-masing, ”sudah berapa lama kita berinteraksi dengan Al-Qur’an, dan sisi apa yang ”luluh” dari hati kita?

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ. الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ. أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (الأنفال:2-4)

 Ayat terbaca pada pembukaan makalah ini merupakan teguran bagi siapa saja yang mendengarkan Al-Qur’an, namun tidak melahirkan kebaikan pada hatinya, tidak juga khusyu’, tidak luluh, dan bahkan semakin mengeras,na’udzubillah!. Melalui karakter buruk Bani Israel, Allah s.w.t. menggambarkannya demikian,

ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْأَنْهَارُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاءُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ[3]

            Rasulullah s.a.w. mengajarkan kita untuk berkumpul untuk tilawah Al-Qur’an dan tadarus. Beliau memotivasi kita dalam sabdanya,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «… وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ.[4]

Suatu hari, Rasulullah s.a.w. meminta kepada Abdullah Ibnu Mas’ud r.a. untuk membacakan Al-Qur’an. “Bagaimana mungkin aku membacanya di hadapanmu, sementara Al-Qur’an itu diturunkan kepada baginda yang mulia?”, jawabnya kepada Nabi s.a.w. ”Sungguh aku senang mendengarkannya dari orang lain.”. Lalu sahabat agung itu membaca surah An-Nisa’ hingga pada ayat yang berbunyi “فَكَيفَ إذا جِئناَ من كُلِّ أُمَّةٍ بشهيدٍ وجئنا بِكَ علَى هؤلاءِ شَهيداً”,  air mata Rasulullah s.a.w. mengalir deras. Demikianlah keakraban ruhiyahRasulullah s.a.w. dengan para sahabatnya ketika berinteraksi dengan Al-Qur’an. Sungguh merupakan keni’matan yang tiada tara :

لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِين[5]

            Generasi terdahulu umat ini, dari kalangan Sahabat dan Tabi’in, kata Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah, selalu berkumpul untuk tilawah dan saling menyimak Al-Qur’an dalam rangka menata hati dan mensucikan jiwa mereka.[6] Rumah-rumah mereka, khususnya di bulan Ramadhan, berdengung tak ubahnya lebah-lebah, terpancari sinar, bertabur kebahagiaan. Mereka membaca Al-Qur’an dengan tartil,berhenti sejenak pada ayat-ayat yang membuat mereka ta’jub, menangis di kala mendengar keindahan nasehat-nasehatnya, gembira dengan kabar kebahagiaan. Mereka mentaati perintahnya sebagaimana menjauhi larangannya.[7]

Lanjut Membaca Selengkapnya ->> (Klik Disini)

Leave a Reply

Scroll to Top